Sunday, February 12, 2017

Menyapa Luka Lama

Hari ke Lima. Surat ke Empat.

Teruntuk : Laki-laki yang (dulu) kucintai. Sangat ku cintai.

Akhirnya kau kembali dari ekpedisimu. Kau kembali saat aku telah membereskan kenangan kita yang memenuhi sudut ruang hatiku. Butuh waktu yang lama untuk membereskan segala kenangan yang tertinggal di sudut-sudut hatiku. Sudah berapa banyak langkah yang kau tempuh diluar sana? Apa kau merasa lelah? Sadarlah, bahwa langkahmu sudah begitu jauh, namun akhirnya kau pulang ke rumah lamamu-- aku. Aku yang pernah kau tinggalkan dulu, kini menjadi tujuanmu untuk berpulang lagi. Haruskah aku bahagia atas kembalimu?

Sudah berapa banyak mimpi yang datang ke lelapmu? Lama tak ku dengar tentang cerita-cerita menegangkan dari mimpimu. Mimpimu juga mimpiku.
Sudah berapa banyak hujan yang kau lalui? Lama aku tak menghangatkanmu dengan secangkir teh dengan cinta disetiap cita rasa teh manis buatanku.
Sudah berapa ratus hari yang kita lewatkan tanpa bertukar kabar? Ku harap kau bahagia untuk hari kemarin. Hari yang kau lalui tanpa aku. Aku tak ingin mendengar kabar bahagiamu, aku hanya ingin kau ada. Tetap ada. Bersama impianmu yang menggelora diantara air hujan yang turun. Impianmu harus tetap terang walaupun diterjang air hujan sekalipun.
Sudah banyak kesunyian yang kita lewati hanya dengan bergeming. Berpacu dengan nyanyian rintik hujan yang selalu menemani hari kita berdua.

Sejujurnya, aku pernah merindu atas parasmu yang indah. Merindu atas keberadaanmu. Merindu mengusapkan jemariku ke jemarimu yang terlampaui besar dari jemariku. Aku yang tadinya tak biasa sendirian, kini aku berteman baik dengan kesepian. Kesepian sudah biasa bagiku. Kau yang mengenalkanku kepada segalanya tentang kesendirian, kesepian dan yang tak pernah ku sangka-- sebuah perkenalan dengan orang yang baru. Kau tahu aku 'kan? Aku adalah orang yang sulit untuk membuka hati untuk penghuni yang baru. Kau pikir mudah untuk melupakanmu?
Melupakanmu adalah hal yang tak pernah terlintas dibenakku. Melupakanmu adalah mimpi buruk-- bagiku.

Ku yakin kau tak melupakanku. Jelas terbukti bahwa kau tetap bisa menemukan jalan pulang untuk menemukanku. Kau harus tahu, ada banyak nama yang ku sisihkan hanya untuk mengingatmu. Aku sadar. Aku tak punya arti penting dalam hidupmu, tapi aku bersedia menjadi obat untuk laramu. Menjadi lantunan nina-bobok untuk menghantarkanmu menuju tidurmu. Lalu bagaimana dengan kesalahanmu yang fatal? Haruskah aku memaafkanmu?
Memaafkanmu adalah anugerah.
Tetapi bukan berarti aku menerimamu kembali.
Aku sudah memaafkanmu.
Memaafkan setiap sorot keindahan yang dipancarkan dari sepasang mata teduhmu. Matamu tetap yang paling meneduhkan. Percayalah.

Tapi sulit untuk melupakan betapa dalamnya kau menancapkan luka dihatiku, hingga aku lupa menjadi Megan yang penakut. Kini aku sudah berbeda. Begitu juga dengan kehidupanku.

Kau merubah cara pandangku tentang cinta. Merubah cara pandangku tentang mu. Terima kasih karena telah mematahkan segala pertanyaanku tentang kelanjutan cinta yang manis. Sebenarnya surat ini ku tulis bukan untuk menyampaikan perubahanku selama kau berkelana diluar sana, aku ingin menyapamu saja di surat kali ini.
Hai, masa lalu!

(Bahkan untuk menyapamu saja, dibutuhkan waktu yang tidak sedikit untuk berpikir-- enaknya nyapa dia nggak ya?, tarikan napas yang panjang dan secuil keberanian yang tersisa untuk menatap matamu.)

Salam,
Megan. Yang dulu pernah menganggapmu adalah segalanya.

No comments:

Post a Comment