Saturday, March 21, 2015

Diajeng.

Hari kedua. Surat kedua.

Untuk si Juru Bahasa Jawa.

Hai. Apa kabarmu setelah kita lama tak berkirim pesan singkat? Dulu, biasanya kau selalu menyapaku dengan sebutan orang Jawa yang asing bagiku. Namun, aku begitu bahagia karena kau memberiku sebutan itu.  
 
Diajeng. Berasal dari tata bahasa Jawa yang berarti Mbak. Sebelumnya aku tak tahu apa itu artinya. Tapi, kau dengan sabar mengajari aku; tentang apa itu Diajeng.
"Kalau kamu memanggil aku Diajeng, aku menjawabnya dengan apa?"
"Jawablah dengan sebutan Kang Mas." Jawabnya.

Kang Mas. Lucu juga bila ada sepasang kekasih yang memberi "panggilan kesayangan" Kang mas dan Diajeng. Tapi, dia 'kan hanya seorang temanku. Ingat, dia hanya temanku. Semenjak saat itu, aku selalu memanggilnya Kang Mas. Begitu pula dia, memanggilku dengan sebutan Diajeng.

Aku selalu merindukan itu. Bila sesuatu dirindukan oleh seseorang, maka sesuatu yang dia rindukan selama ini telah lenyap. Dan mungkin dia akan kembali, atau mungkin tak akan pernah kembali.
Selamanya.

Siapa lagi yang akan memanggilku Diajeng? Kalau bukan kau?
Aku (sebenarnya) merindukanmu.

salam,
Dari yang kau panggil Diajeng.

Friday, March 20, 2015

Jatuh. Cinta.

Hari pertama. Surat pertama

Teruntuk : 1 Agustus, 2 tahun yang lalu.

gemuruh lambung kosong karena tak diisi dari pagi seakan-akan lenyap dengan ledakan tawa khas anak kelas 1 SMA. Ini kenangan saat aku memulai perjalanan di jenjang yang ku dapat setelah melahap soal-soal Ujian Nasional. Ini bulan puasa. Kali ini teman sekelasku seperti sekumpulan lebah yang menyerbu sebuah rumah makan untuk berbuka puasa bersama. Dia juga datang.

Dia adalah temanku. Sebenarnya.
Setelah melahap habis hidangan yang kami pesan, meluncurlah aku dan teman-temanku ke sebuah stadion di tengah kota untuk menyulut kembang api. Lagi-lagi dia ikut.
Candaan khas anak-anak kemarin sore seperti menggelegar di antara partikel jalan raya. Kini aku berboncengan dengan dia. Serasa ada kehangatan menjulur dari tanganku yang memegangi jaketnya menuju ke hatiku. Hati; dimana cinta akan tumbuh begitu saja.

Aku benar-benar ingat saat kau (baca: dia) melarangku untuk berboncengan dengan teman laki-laki ku yang lain.
"Udah, sama aku aja."

Malam itu, awal Agustus yang manis.

Tuhan, apakah ini yang disebut cinta?
Apakah aku mencintai orang lain walaupun aku sudah memiliki hati yang lain?

Dosakah?

 Dari Megan,
yang selalu menunggu kesempatan datang untuk yang kedua kalinya.

Thursday, March 19, 2015

Memulai #30HariMenulisSuratCinta Sekarang.

Surakarta, 19 Maret 2015.

Hai.
 mungkin hari ini merupakan awal aku menulis lagi setelah jemariku tidak mengeluarkan kata-kata yang disalurkan otakku selama kurang lebih 2 tahun. Aku memulai menulis besok hari, mungkin hari ini hanya sekedar menu pembuka untuk menu suratku besok dan seterusnya. Semoga aku bisa mempertahankan bendungan air mata saat aku menulisnya. Mungkin, surat-suratku nanti berisi tentang helai demi helai cerita mengharu biru. Kalian bisa saja berpikir diriku hanya seorang gadis yang menulis ceritanya yang mungkin tak masuk akal. Tapi itu sesungguhnya ada.

Tuhan, berikan aku ide disetiap huruf yang membentuk untaian kalimat.
Tuhan, berikan aku keindahan di setiap untaian kalimat yang akan menggariskan sebuah surat cinta.
Tuhan, akankah Kau memberiku sebuah cerita cinta yang berakhir bahagia atau cerita cinta yang mengharu biru?


Tolong berikan yang terbaik.


Sampai jumpa besok. Malam.