Thursday, December 7, 2017

Suatu Hari; Bersamamu

Teruntuk : Seseorang yang tak perlu ku beri tahu dimana aku, namun Ia tahu dimana aku berada.


Apa yang sedang kau lakukan?
Sudahkah kau makan pagi ini?

Halo, lama tak bersua di situs ini. Lama tak berkata-kata di surat-surat cinta yang kadang membahagiakan, atau mengharu biru. Banyak yang telah ku lalui selama kemarin aku berkelana dengan sekeping hati yang mulai kembali menyatu. Ditengah perjalananku itu, aku kembali bertemu dengannya.
Seseorang yang ku kira hanya sebatas cerita semusim.

Kita dipertemukan oleh rangkaian waktu yang telah ditakdirkan Tuhan. Seperti mimpi rasanya bila mengingat kembali sore hari itu.
Kita bertemu pertama kalinya pada akhir tahun 2016. Saling berjabat tangan satu sama lainnya, berkenalan dengan menyebut nama masing-masing. Aku sempat tak percaya kala itu. Hanya mengernyitkan dahi ketika mendengar namamu yang meluncur begitu saja dari bibirmu. Ah, itu dulu.
Setelah sore itu, aku tak pernah mengingatmu lagi. Hanya saja, aku mengerti bahwa ada orang yang memiliki nama seaneh itu. Aneh.
Setelah sore itu berlalu dengan sedemikian singkatnya,
Aku tak pernah mengingatmu lagi.
Apalagi mencarimu.
Tak pernah. Sekalipun.

Namun, sekarang sudah berbeda, bukan?
Kini, kita sama-sama sudah dewasa. Dengan status baru, yakni seorang mahasiswa, yang berkutat dengan sedemikian materi. Dan kita berada di jurusan yang berbeda.
Ada suatu hari dimana aku benar-benar tak mengingatmu lagi. Aku pernah mempelajarinya di kelas pagi pada semester lalu tentang ingatan manusia. Kurasa, sepertinya kau berada di memori jangka panjang. Begitu sulit dipanggil.
Selain itu, lama tak pernah ku dengar kabar tentang keberadaanmu. Yang ku tahu tentangmu adalah satu hal-- kau memiliki nama yang aneh. Teramat aneh.
Hingga suatu malam di bulan Oktober tahun ini,
kita dipertemukan kembali.
Tuhan Maha Baik, ya?

Keadaan sudah membuatmu berbeda sekarang. Waktu yang selalu berjalan jauh meninggalkan kita, akan selalu memberikan perubahan. Bagi sebagian orang menganggap hidup harus selalu berproses; mungkin kau juga berpikir seperti itu.
Aku menatapmu diam-diam.
Rambutmu yang dulu masih terbilang rapi, sekarang terganti dengan rambutmu yang kau biarkan memanjang.
Kaus hitam dan celana pendek melekat ditubuhmu yang tidak terlalu besar, namun kurasa sanggup melindungi orang yang kau cintai di rengkuhan pelukmu.
Lengkap dengan sebatang rokok terselip di bibirmu. Hembusan nafasmu disertai kepulan asap putih yang mengudara di sekelilingmu, membuatku teringat kau yang dulunya bisa dibilang culun, kini menjelma menjadi laki-laki yang-- sedikit menarik. Aku tak ingin sepenuhnya mengatakan kau menarik, karena kau tetap menjadi orang yang memiliki nama teraneh bagiku. Kau tetap teraneh!

 Malam itu kau berbincang denganku. Kau selalu melontarkan pertanyaan-pertanyaan tentang aku yang kini juga sudah berada di bangku perkuliahan. Begitu pula aku. Tak henti-hentinya aku menanyakan tentang kesukaanmu pada sesuatu dan yah, lagi-lagi aku menilai kau adalah laki-laki yang-- agak menarik.
Malam itu kau duduk di depanku seperti penyejuk, walaupun malam saat itu terbilang cukup berangin, tapi sama saja. Aku lebih memilih kau sebagai penyejuk.
Malam itu waktu terasa singkat hingga akhirnya aku memutuskan untuk pulang. Waktu sudah berpukul 11. Saatnya pulang.
Sekali lagi aku menatapmu.
Berpikir apakah setelah ini kau dan aku akan terbentang jarak yang sangat-sangat jauh lagi?
Tak ada yang suka jarak, kecuali dia menyukai sebuah penantian. Penantian untuk bertemu kembali.
Tapi sayangnya, aku bukanlah orang itu.

Malam itu,
Aku mengakhiri pertemuan kita dengan berjabat tangan lagi.
Sama seperti saat kita bertemu pertama kalinya.

No comments:

Post a Comment